Minggu, 24 Mei 2009

PENGUKURAN JARAK ELEKTRONIK (PJE)

Pada pengukuran jarak langsung, jarak-jarak yang relatif jauh dan menuntut ketelitian yang tinggi akan membutuhkan waktu yang lebih lama dan biaya yang besar. Oleh karena itu, orang membuat alat pengukur jarak tidak langsung dengan ketelitian yang tinggi dan jangkauan cukup jauh dengan menggunakan prinsip perambatan gelombang elektromaknetik. Metode pengukuran jarak ini desebut elektronic distance measurement dan alatnya dinamakan Electronic Distance Meter atau EDM.

EDM dapat dikelompokkan menjadi dua ipe, yaitu tipe menggunakan gelombang mikro atau gelombang radio, disebut Microwave Distance Maasurement (MDM), dan tipe yang menggunakan gelombang cahaya, disebut Electrooptic Distance Maasurement (EDM).

Pada umumnya tipe MDM mempunyai jangkauan yang cukup jauh, hingga beberapa puluh kilo meter, dengan pemantulan atau reflektor aktif, sedangkan tipe EDM mempungai jarak jangkau yang lebih pendek, dari beberapa puluh kilo meter sampai beberapa kilo meter dan menggunakan reflektor pasif, sehingga EDM lebih cocok untuk pengukuran-pengukuran relatif pendek yang umumnya terkait survey rekayasa. EDM bentuknya kecil dan ringan sehingga dapat dipasang di atas theodholit, sehingga pengukuran sudut dan jarak dapat dilakukan secara bersamaan sebagaimana takheometer biasa.

Tipe EDM dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :

1. menggunakan gelombang cahaya tampak, yang mempunyai panjng gelombang 3.6 x 10-7 – 7.8 x 10-7 m

2. menggunakan gelombang infra merah, yang mempunyai panjang gelombang 7.8 x 10-7 – 3.4 x 10-4 m

3. meggunakan sinar LASER (Lighat Amplification through Simulated Emition of Radiation)

SEJARAH SINGKAT

Dibandingkan dengan pengukuran langsung menggunakan pita ukur, pegas ukur dan yang lain, pengukuran jarak elektronik tergolong masih baru. Hali ini erat kaitannya dengan perkembangan teknologi eletronika. Pemakaian secara umum dan boleh dikatakan murah, baru dimulai sekitar tahun1970-an.

Penemuan pertama PJE dengan sinar tampak atau cahaya, berkaitan erat dengan seorang ilmuan kebangsaan Swedia bernama E. Bergstrand. Beliau dalah seorang yang pertama kali mendisain geodiameter yang merupakan kependekan dari geodetic distance meter untuk keperluan perhitungan kecepatan cahaya pada tahun 1943. Geodiameter NASM-2 baru digunakan secara kormasial pada tahun 1950, yang diproduksi oleh pabrik kimia AGA di Swedia.

Dengan geodiameter pertama ini, jarak yang jauh hanya pada diukur pada malam hari. Tepapi pada saat sekarang, geodiameter model 600 dan B sudah dipakai secara luas di dunia untuk mengukur jarak yang jauh(long range) dalam survey geodesi.

Tipe MDM pertama dibuat oleh T.L Wadley pada Instetute of Telecommunication Research di Afrika Selatan pada tahun 1954. pada tahun 1957, alat ini dipublikasikan dengan nama telurometer. Telurometer mempunyai jarak jangkau yang lebih jauh daripada jarak jangkau geodiameter dan dipakai secara luas di dunia sampai diperkenalkan PJE dengan sinar LASER pada tahun 1960-an.

Prototype pertama PJE jarak pendek (berkaitan dengan ditemukannya diode pendar) muncul pada decade 1960-an(telulometer MA-100 tahun 1965, Zeiss SM-11 pada tahun 1967). Alat-aalat tersebut baru dipasarkan secara bebas pada tahun 1968 untuk Wild/SercelDistomat DI-10, tahun 1969 untuk telulometer MA-100, dan tahun 1970 untuk Zeiss SM-11.

PJE jarak pendek dengan sinar infra merah sekarang berkembang pesat dan banyak digunakan dalam berbagai macam survey, sedangkan yang jarak jauh hanya digunakan dalam survey kerangka geodesi. Alat ukur PJE yang paling teliti hingga saat ini bernama mikometer dibuat oleh K.D.Froome dan R.H Bradsell pada tahun 1961 di Laboratorium fisika Nasional Tedington (U.K) dan baru dipasarkan pada awal 1973. Pada jarak pendek, ketelitian alat mencapi 0.2 mm.

PRINSIP PENGUKURAN JARAK

Suatu gelombang elektronik yang telah diketahui frekuensinya (f) dipancarkan ke pemantul atau reflector, dan dipantulkan kembali kepemancar. Alat pemancar mampu menghitung jumlah panjang gelombang (n) dengan ketelitian sampai 1/1000 bagian dari panjang gelombang. Nilai n/f dihitung (t) baik secara manual maupun otomatis pada alat, dan dikalikan dengan nilai kecepatan standar sinyal di atmosfer (v), hasilnya adalah jarak atau panjang lereng yang diukur.

Dimuka telah dikemukakan bahea berdasarkan macam gelombang yang dipakai, pengukuran metode elektronik dapat dibagi menjadi dua system. Yaitu MDM untuk pengukuran jarak jauh dan EDM untuk pengukuran jarak menengah dan dekat.

SISTEM ELEKTRO-OPTIS

Berdasarkan spectrum yang digunakan, system elektro-optis dapat dikelompokkan dalam dua kelas, yaitu kelas menggunakan sinar tampak/kasat mata(termasuk katagori jarak menengah) dan kelas menggunakan sinar infra merah (termasuk katagori jarak pendek). Kedua memiliki banyah kesamaan.

Sinyal pengukur dibawa oleh berkas sinar sempit yang sangat terpokus yang diarahkan secara otomatis kesasaran yang jauh dengan teropong yang terdapat didalamny. Unit PJE jarak pendek dapat dipasang pada teropong theodholit dengan wadah yang khusus derancang untuk mengarahkan unit PJE tepat sasaran dengan garis bidik teropong ke mana saja dia diarahkan.

PEKERJAAN LAPANGAN

  1. Pemancar dipasang pada salah satu ujung garis yang akan diukur, dan diarahkan secara teliti ke reflector yang dipasang pada ujung garis yang lain. Sebaliknya reflector juga diarahkan pada pemancar dengan alat pembidikan terbuka yang ada padanya. Reflector tunggal digunakan untuk jarak ± 600 meter. Untuk jarak yang lebih jauh diperlukan susunan tiga, enam atau sembilan buah reflector.
  2. Sinyal dipancarkan degan frekuensi yang diketahui ke reflector. Dari sana dikembalikan ke pemancar dan beda fasenya diukur.
  3. Frekuensi sinyal diubah secara otomatis oleh alat, dan prosuder pengukurannya diulangi lagi sebagaimana di muka (1). Dari padanya banyak gelombang dapat ditentukan dan jarak miring dapat ditentukan.

Kemiringan teropong (bacaan lingkaran vertikal) dan kondisi atmosfer dicatat untuk reduksi menjadi jarak datar dan koreksi hasil ukuran.

Undang-Undang Agraria


BAB II

HAK-HAK ATAS TANAH, AIR DAN RUANG ANGKASA SERTA PENDAFTARAN TANAH

Bagian 1

Ketentuan-ketentuan Umum

Pasal 16

(1) Hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam pasal 4 ayat 1 ialah :

a. hak milik,

b. hak guna usaha,

c. hak guna bangunan,

d. hak pakai,

e. hak sewa,

f. hak membuka tanah,

g. hak memungut hasil hutan,

h. hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam pasal 53.

(2) Hak-hak atas air dan ruang angkasa sebagai yang dimaksud dalam pasal 4 ayat 3 ialah :

a. hak guna air,

b. hak pemeliharaan dan penangkapan ikan,

c. hak guna ruang angkasa.

Pasal 17

(1) Dengan mengingat ketentuan dalam pasal 7 maka untuk mencapai tujuan yang dimaksud dalam pasal 2 ayat 3 diatur luas maksimum dan/atau minimum tanah yang boleh dipunyai dengan sesuatu hak tersebut dalam pasal 16 oleh satu keluarga atau badan hukum.

(2) Penetapan batas maksimum termaksud dalam ayat 1 pasal ini dilakukan dengan peraturan perundangan di dalam waktu yang singkat.

(3) Tanah-tanah yang merupakan kelebihan dari batas maksimum termaksud dalam ayat 2 pasal ini diambil oleh Pemerintah dengan ganti kerugian, untuk selanjutnya dibagikan kepada rakyat yang membutuhkan menurut ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah.

(4) Tercapainya batas minimum termaksud dalam ayat 1 pasal ini, yang akan ditetapkan dengan peraturan perundangan, dilaksanakan secara berangsur-angsur.

Pasal 18

Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan Undang-undang.

Bagian II

Pendaftaran Tanah

Pasal 19

(1) Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(2) Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 pasal ini meliputi :

a. pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah;

b. pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;

c. pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

(3) Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan Negara dan masyarakat, keperluan lalu-lintas sosial ekonomis serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Menteri Agraria.

(4) Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran termaksud dalam ayat 1 diatas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.

Bagian III

Hak Milik

Pasal 20

(1) Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam pasal 6.

(2) Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.

Pasal 21

(1) Hanya warganegara Indonesia dapat mempunyai hak milik.

(2) Oleh Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya.

(3) Orang asing yang sesudah berlakunya Undang-undang ini memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, demikian pula warganegara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya undang-undang ini kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu tidak dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.

(4) Selama seseorang di samping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing maka ia tidak dapat mempunyai tanah dengan hak milik dan baginya berlaku ketentuan dalam ayat 3 pasal ini.

Pasal 22

(1) Terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(2) Selain menurut cara sebagai yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini hak milik terjadi karena :

a. penetapan Pemerintah, menurut cara dan syarat-syarat yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;

b. ketentuan undang-undang.

Pasal 23

(1) Hak milik, demikian pula setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan hak-hak lain harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam pasal 19.

(2) Pendaftaran termaksud dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak milik serta sahnya peralihan dan pembebanan hak tersebut.

Pasal 24

Penggunaan tanah milik oleh bukan pemiliknya dibatasi dan diatur dengan peraturan perundangan.

Pasal 25

Hak milik dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.

Pasal 26

(1) Jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik serta pengawasannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(2) Setiap jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada seorang warganegara yang disamping kewarganegaraan Indonesia mempunyai kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan hukum, kecuali yang ditetapkan oleh Pemerintah termaksud dalam pasal 21 ayat 2, adalah batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara, dengan ketentuan, bahwa pihak-pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak dapat dituntut kembali.

Pasal 27

Hak milik hapus bila :

a. tanahnya jatuh kepada Negara :

1. karena pencabutan hak berdasarkan pasal 18;

2. karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya;

3. karena ditelantarkan;

4. karena ketentuan pasal 21 ayat 3 dan 26 ayat 2.

b. tanahnya musnah.

Bagian IV

Hak guna usaha

Pasal 28

(1) Hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan.

(2) Hak guna usaha diberikan atas tanah yang luasnya paling sedikit 5 hektar, dengan ketentuan bahwa jika luasnya 25 hektar atau lebih harus memakai investasi modal yang layak dan tehnik perusahaan yang baik, sesuai dengan perkembangan zaman.

(3) Hak guna usaha dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.

Pasal 29

(1) Hak guna usaha diberikan untuk waktu paling lama 25 tahun.

(2) Untuk perusahaan yang memerlukan waktu yang lebih lama dapat diberikan hak guna usaha untuk waktu paling lama 35 tahun.

(3) Atas permintaan pemegang hak dan mengingat keadaan perusahaannya jangka waktu yang dimaksud dalam ayat 1 dan 2 pasal ini dapat di[erpanjang dengan waktu paling lama 25 tahun.

Pasal 30

(1) Yang dapat mempunyai hak guna usaha ialah :

a. warganegara Indonesia;

b. badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

(2) Orang atau badan hukum yang mempunyai hak guna usaha dan tidak lagi memenuhi syarat-syarat sebagai yang tersebut dalam ayat 1 pasal ini dalam jangka waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat.

Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihak yang memperoleh hak guna usaha, jika ia tidak memenuhi syarat tersebut. Jika hak guna usaha yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu tersebut maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain akan diindahkan, menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 31

Hak guna usaha terjadi karena penetapan Pemerintah.

Pasal 32

(1) Hak guna usaha, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan penghapusan hak tersebut, harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam pasal 19.

(2) Pendaftaran termaksud dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai peralihan serta hapusnya hak guna usaha, kecuali dalam hal hak itu hapus karena jangka waktunya berakhir.

Pasal 33

Hak guna usaha dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.

Pasal 34

Hak guna usaha hapus karena :

a. jangka waktunya berakhir;

b. dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi;

c. dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;

d. dicabut untuk kepentingan umum;

e. ditelantarkan;

f. tanahnya musnah;

g. ketentuan dalam pasal 30 ayat 2.

Bagian V

Hak guna bangunan

Pasal 35

(1) Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.

(2) Atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serta keadaan bangunan-bangunannya, jangka waktu tersebut dalam ayat 1 dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun.

(3) Hak guna bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.

Pasal 36

(1) Yang dapat mempunyai hak guna bangunan ialah :

a. warganegara Indonesia;

b. badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

(2) Orang atau badan hukum yang mempunyai hak guna bangunan dan tidak lagi memenuhi syarat-syarat yang tersebut dalam ayat 1 pasal ini dalam jangka waktu 1 tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihak yang memperoleh hak guna bangunan, jika ia tidak memenuhi syarat-syarat tersebut. Jika hak guna bangunan yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu tersebut, maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain akan diindahkan, menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 37

Hak guna bangunan terjadi :

a. mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara : karena penetapan pemerintah;

b. mengenai tanah milik : karena perjanjian yang berbentuk otentik antara pemilik tanah yang bersangkutan dengan pihak yang akan memperoleh hak guna bangunan itu, yang bermaksud menimbulkan hak tersebut.

Pasal 38

(1) Hak guna bangunan, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan hapusnya hak tersebut harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam pasal 19.

(2) Pendaftaran termaksud dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak guna bangunan serta sahnya peralihan hak tersebut, kecuali dalam hal hak itu hapus karena jangka waktunya berakhir.

Pasal 39

Hak guna bangunan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.

Pasal 40

Hak guna bangunan hapus karena :

a. jangka waktunya berakhir;

b. dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi;

c. dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;

d. dicabut untuk kepentingan umum;

e. ditelantarkan;

f. tanahnya musnah;

g. ketentuan dalam pasal 36 ayat (2).

Bagian VI

Hak pakai

Pasal 41

(1) Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini.

(2) Hak pakai dapat diberikan :

a. selama jangka waktu yang tertentu atau selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan yang tertentu;

b. dengan cuma-cuma, dengan pembayaran atau pemberian jasa berupa apapun.

(3) Pemberian hak pakai tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsur-unsur pemerasan.

Pasal 42

Yang dapat mempunyai hak pakai ialah :

a. warga negara Indonesia;

b. orang asing yang berkedudukan di Indonesia;

c. badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;

d. badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.

Pasal 43

(1) Sepanjang mengenai tanah yang dikuasai oleh Negara maka hak pakai hanya dapat dialihkan kepada pihak lain dengan izin pejabat yang berwenang.

(2) Hak pakai atas tanah milik hanya dapat dialihkan kepada pihak lain, jika hal itu dimungkinkan dalam perjanjian yang bersangkutan.

Bagian VII

Hak sewa untuk bangunan

Pasal 44

(1) Seseorang atau suatu badan hukum mempunyai hak sewa atas tanah, apabila ia berhak mempergunakan tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan, dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa.

(2) Pembayaran uang sewa dapat dilakukan :

a. satu kali atau pada tiap-tiap waktu tertentu;

b. sebelum atau sesudah tanahnya dipergunakan.

(3) Perjanjian sewa tanah yang dimaksudkan dalam pasal ini tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsur-unsur pemerasan.

Pasal 45

Yang dapat menjadi pemegang hak sewa ialah :

a. warganegara Indonesia;

b. orang asing yang berkedudukan di Indonesia;

c. badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;

d. badan hukum asing yang mempunyai perwalikan di Indonesia.

Bagian VIII

Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan

Pasal 46

(1) Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan hanya dapat dipunyai oleh warganegara Indonesia dan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(2) Dengan mempergunakan hak memungut hasil hutan secara sah tidak dengan sendirinya diperoleh hak milik atas tanah itu.

Bagian IX

Hak guna air, pemeliharaan dan penangkapan ikan

Pasal 47

(1) Hak guna air ialah hak memperoleh air untuk keperluan tertentu dan/atau mengalirkan air itu di atas tanah orang lain.

(2) Hak guna air serta pemeliharaan dan penangkapan ikan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian X

Hak guna ruang angkasa

Pasal 48

(1) Hak guna ruang angkasa memberi wewenang untuk mempergunakan tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa guna usaha-usaha memelihara dan memperkembangkan kesuburan bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dan hal-hal lainnya yang bersangkutan dengan itu.

(2) Hak guna ruang angkasa diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian XI

Hak-hak tanah untuk keperluan suci dan sosial

Pasal 49

(1) Hak milik tanah badan-badan keagamaan dan sosial sepanjang dipergunakan untuk usaha dalam bidang keagamaan dan sosial diakui dan dilindungi. Badan-badan tersebut dijamin pula akan memperoleh tanah yang cukup untuk bangunan dan usahanya dalam bidang keagamaan dan sosial.

(2) Untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya sebagai dimaksud dalam pasal 14 dapat diberikan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dengan hak pakai.

(3) Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian XII

Ketentuan-ketentuan lain

Pasal 50

(1) Ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai hak milik diatur dengan undang-undang.

(2) Ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai dan hak sewa untuk bangunan diatur dengan peraturan perundangan.

Pasal 51

Hak tanggungan yang dapat dibebankan pada hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan tersebut dalam pasal 25, 33 dan 39 diatur dengan Undang-undang.

Hak Atas Tanah

Hak Atas Tanah

Menurut undang-undang yang berlaku di Indonesia ada 2 macam hak atas tanah :

  1. Hak atas tanah ( Undang-undang No. 5/1960-UUPA)
  2. Hak atas Satuan Rumah Susun ( undang-undang N0. 16/1985) dikenal sebagai SARUSUN atau Strata Title

Dualisme kepemilikan tanah sebelum berlakuknya UU th 1960, dimana keduanya dipakai, yaitu :

Tanah Adat

  • Hak Ulayat ( milik bersama ) contoh : tanah banjar ( Bali ), tanah kas desa ( Jawa )
  • Hak MIlik Adat ( milik pribadi ) contoh : girik ( Jakarta), Letter C ( di Jakarta & beberapa daerah di Jawa ), Kikitir ( Jawa Barat), Pethok D ( Jawa Timur & Jawa Tengah ), Pelaba Pura ( Bali )

Tanah Berdasarkan hukum Eropa

  • Eigendom ( Verponding ) = Hak Milik
  • Erphact = Hak Guna Usaha
  • Opstal = Hak Pengelolaan

Berdasarkan UUPA tahun 1960 hak atas tanah meliputi :

  1. Hak Milik
  2. Hak Guna Bangunan / HGB
  3. Hak Pakai
  4. Hak Guna Usaha ( untuk pertanian, perkebunan, dll )
  5. Hak Pengelolaan Lahan / HPL ( untuk pemerintah RI )
  6. Hak Milik atas Satuan RUmah Susun

Perbedaan dari segi subyek dan jangka waktu :

Hak Milik

Pemiliknya adalah Perorangan WNI, Badan hukum pemerintah,Yayasan keagamaan

Jangka waktu kepemilikan : selamanya, turun temurun

Hak Guna Bangunan

Pemiliknya adalah Yayasan / Perotangan WNI, Badan hukum swasta Indonesia

Jangka waktu sewa 30 th + 20 th + 30 th total ( 80 th ), pada kenyataannya bisa terus

diperpanjang tergantung daerahnya.

Hak Pakai

Pemiliknya adalah Yayasan / Perorangan WNI, Badan hukum Indonesia, Perorangan dan Badan hukum asing.

Jangka waktu masa pakai 20 th dan dapat diperpanjang untuk 25 x 2 th maksimal 70 th

Hak milik atas SaRuSun ( Strata Title ), definisi :

  1. Rumah Susun ( apartemen / condominium )
  2. Satuan Rumah Susun ( SaRuSun) Unit + tanah bersama + bagian bersama + benda bersama = tak terpisahkan. Tanah bersama = milik bersama; Bagian bersama = pondasi, lift, tangga; Benda bersama = taman, tempat ibadah, parkir

Jenis sertifikat ada 3 macam :

  1. Sertifikat Hak Tanah ( Hak Milik, Hak Guna Bangungn, Hak Pakai, dll )
  2. Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun ( SHM Sarusun )
  3. Sertifikat Hak Tanggungan

Pendaftaran Surat Keputusan Pemberian Hak atas Tanah:

Permohonan hak atas tanah dilakukan terhadap:
- Tanah Negara bebas: belum pernah melekat sesuatu hak
- Tanah Negara asalnya masih melekat sesuatu hak dan jangka waktunya belum berakhir, tetapi dimintakan perpanjangannya
- Tanah Negara asalnya pernah melekat sesuatu hak dan jangka waktunya telah berakhir untuk dimintakan pembaharuannya, di sini termasuk tanah-tanah bekas hak Barat maupun tanah-tanah yang telah terdaftar menurut UUPA.

Sebelum mengajukan permohonan hak, pemohon harus menguasai tanah yang dimohon dibuktikan dengan data yuridis dan data fisik yang dimiliki. Data yuridis adalah bukti-bukti atau dokumen penguasaan tanah, sedangkan data teknis adalah Surat Ukur dan SKPT atas tanah dimaksud;

Permohonan hak yang diterima oleh Kantor Pertanahan diproses antara lain dengan penelitian ke lapangan oleh Panitia Pemeriksa Tanah (Panitia A atau B), kemudian apabila telah memenuhi syarat maka sesuai kewenangannya dan diterbitkan Surat Keputusan Pemberian Hak atas Tanah.

Pemohon mendaftarkan haknya untuk memperoleh sertipikat hak atas tanah setelah membayar uang pemasukan ke Kas Negara dan atau BPHTB jika dinyatakan dalam surat keputusan tersebut. Dokumen yang diperlukan untuk pendaftaran SK pemberian hak untuk memperoleh sertipikat tanda bukti hak adalah:
- surat permohonan pendaftaran
- surat pengantar SK Pemberian Hak
- SK Pemberian Hak untuk keperluan pendaftaran
- bukti pelunasan uang pemasukan atau BPHTB apabila dipersyaratkan
- identitas pemohon


Hak Milik dapat diberikan kepada:
Warga Negara Indonesia,
Badan-badan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah, misalnya:
Bank Pemerintah,
Badan keagamaan dan badan sosial yang ditunjuk Pemerintah,
Hak Milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat fungsi sosial atas tanah.
Jangka waktu berlakunya Hak Milik: untuk waktu yang tidak ditentukan;
Namun demikian, Hak Milik hapus apabila:
- karena pencabutan hak
- karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya
- karena diterlantarkan
- beralih kepada orang asing
- tanahnya musnah

Hak Guna Usaha dapat diberikan kepada:
Warga Negara Indonesia,
Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;
HGU adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan.
Jangka waktu berlakunya HGU: 30 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 25 tahun, dan apabila waktu tersebut telah berakhir maka HGU dapat diperbaharui;

Hak Guna Banguan dapat diberikan kepada:
Warga negara Indonesia,
Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;
HGB adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri.
Jangka waktu berlakunya HGB: 30 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 20 tahun, setelah waktu tersebut berakhir maka HGB tersebut dapat diperbaharui;

Hak Pakai dapat diberikan kepada:
Warga Negara Indonesia,
Orang asing yang berkedudukan di Indonesia,
Instansi Pemerintah,
Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia,
Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan.
Jangka waktu berlakunya Hak Pakai: 25 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 20 tahun, atau untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu.

Hak Pengelolaan dapat diberikan kepada:
Instansi Pemerintah termasuk Pemerintah Daerah,
Badan usaha milik Negara,
Badan usaha milik Daerah,
PT Persero,
Badan otorita,
Badan hukum Pemerintah lainnya yang ditunjuk Pemerintah,
Jangka waktu berlakunya Hak Pengelolaan: tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu.

Hak Milik atas Satuan Rumah Susun:

Hak milik atas satuan rusun diberikan atas pemilikan rusun. Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian atau bukan hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama dan tanah bersama

Perencanaan Jembatan

PENDAHULUAN

I. Pengertian

Jembatan adalah bangunan pelengkap jalan yang menghubunkan suatu lintasan yang terputus akibat suatu rintangan atau sebab lainnya, dengan cara melompati rintangan tersebut tanpa menimbulkan / menutup rintangan itu.
Lintasan tersebut bisa merupakan jalan kendaraan, jalan kereta api atau jalan pejalan kaki, sedangkan rintangan tersebut dapat berupa sungai, jalan, jalan kereta api, atau jurang (bisa juga berupa jurang pemisah antar gedung bertingkat)

Jembatan mempunyai ciri-ciri khusus yaitu mempunyai Bangunan atas, Bangunan bawah dan Bangunan pelengkap.

• Bangunan atas adalah komponen jembatan yang menerima beban kendaraan di atas perlekatan.
Termasuk katagori Bangunan atas adalah :
- Balok, Rangka, Dek yang terdiri atas plat, dsb.
- Perletakan.

• Bangunan bawah adalah bangunan untuk meneruskan beban ke tanah dasar. Bangunan bawah dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu kepala jembatan (abutment) atau pilar (pier) dan pondasi.
Termasuk katagori Bangunan bawah adalah :
- Kepala jembatan/pilar
- Pondasi untuk kepala jembatan/pilar


• Termasuk katagori Bangunan pelengkap adalah :
- Perkuatan lereng dan apron pada dasar sungai.
- Jalan pendekat jembatan.
- Guard rails dan pasangan batu pengaman

II. Survey Jembatan

Ada pun tahapan perencanaan jembatan, sebagai berikut :
• Pekerjaan lapangan, meliputi semua survei yang diperlukan.
• Kriteria Perencanaan, meliputi klasifikasi jembatan, karakteristik lalu-lintas, kondisi lapangan, pertimbangan ekonomi, dll.
• Penyiapan Peta Planimetris, yang merupakan peta hasil survei topografi yang diperlukan sebagai peta dasar perencanaan geometrik.
• Perencanaan Geometrik, meliputi perencanaan glagar, pondasi dan pilar
• Geoteknik dan Material jembatan, menguraikan pengolahan data geoteknik dan material untuk keperluan konstruksi perkerasan jalan/glagar, podasi dan tiang/pilar.
• Hidrologi sungai, menguraikan analisis material yang terbawa
• Perkiraan Biaya, meliputi perhitungan kwantitas, analisis harga satuan dan dokumen pelelangan.


PEMBAHASAN

I. Pekerjaan Lapangan

Pekerjaan lapangan ini mencakup keseluruhan kegiatan survei dan investigasi di lapangan untuk memperoleh data-data akurat yang diperlukan dalam proses perencanaan jembatan, yaitu :
Kegiatan lapangan yang perlu dilakukan meliputi beberapa item, yaitu :
• Data Penunjang
• Survei Pendahuluan
• Survei AMDAL
• Survei Topografi
• Survei Hidrologi
• Survei Lalu lintas
• Survei Geoteknik

Data Penunjang : data penunjang dan data dasar yang tersedia, yang diperlukan sebagai referensi pada saat pelaksanaan survei.
Kegiatan pengumpulan data penunjang dan analisis atau studi data awal (desk study) ini sangat diperlukan agar regu survei mendapatkan gambaran tentang kondisi lokasi dan pencapaian lokasi, serta gambaran rencana.
Data-data yang perlu di kumpulkan:
1. Peta :
• Peta Jaringan Jalan : dari DPU, info.jaringan jalan yang sudah ada di sekitar loasi rencana jembatan & batas-batas wilayah, skala peta antara 1:1.000.000 – 1:1.500.000
• Peta Topografi : dari Direktorat Geologi dan Jawatan Topografi A.D. (JANTOP), data yang paling fundamental, karena merupakan peta dasar sebagai pedoman route survei, skala peta antara 1:250.000 – 1:25.000
• Peta Geologi Regional : dari Direktorat Geologi, info.kondisi geologi (formasi batuan, proses pembentukan, umur geologi suatu lapisan, struktur geologi, dll.), skala peta 1:250.000

• Photo Udara / citra satelit : info.batuan dasar dan kelembabannnya dengan mengamati jenis vegetasi, penyebaran serta kesuburannya serta memperkirakan lokasi rawan gerakan tanah dan patahan serta lipatan.
• Peta Rupa Bumi : dari BAKOSURTANAL, info.tata guna lahan, skala peta 1:50.000 (peta topografi/peta dasar).

2. Data dan Informasi
• Data Curah Hujan : dari BMG / Dinas Pertanian di daerah-daerah, bila data tersedia maka dapat menggunakan peta hujan sebagai pendekatan.
• Informasi : sarana transportasi untuk menuju lokasi, biaya hidup dilokasi survei, & cuaca dan suhu di lokasi, dll.

Data dan peta yang terkumpul, dipilah – pilah dan dipelajari agar data dan peta yang benar-benar diperlukan saja yang digunakan sebagai dasar.

II. Survai Pendahuluan Jembatan (Bridge Reconnaissance Survey) dan Survai Topografi

Survai ini dimaksudkan untuk mengumpulkan secara visual di lapangan guna mendukung usulan penanganan jembatan baik penggantian jembatan maupun pembangunan jembatan baru berdasarkan pertimbangan teknis dan ekonomis.
• Ruang lingkup survai pendahuluan jembatan meliputi survai untuk menentukan :
- Perlu tidaknya jembatan diganti atau dibangun,
- Penempatan jembatan baru atau jembatan lama yang akan direlokasi
• Data penunjang :

Peta Indeks
Peta Indeks digambar dengan skala yang cukup (biasanya 1:50000), dan pada peta
tersebut diplotkan dengan jelas lokasi jembatan yang diusulkan atau alternatif
jembatan yang akan diselidiki, lokasi jembatan yang mungkin, jalur komunikasi
yang ada, topografi umum dari daerah, dan kota-kota penting.


PetaTopografi
Peta Topografi dengan skala 1:5000 yang disertai penggambaran perkiraan
jalannya arus air (sungai dan anak-anak sungai) dan perkiraan luas daerah yang
mempengaruhi debit anak-anak sungai dan debit sungai yang akhirnya akan
mempengaruhi debit sungai di lokasi jembatan yang diusulkan, yang kesemuanya
ini diplotkan di peta tersebut. Jarak garis batas daerah pengaruh ini diambil dari
ketinggian garis tinggi kontur terhadap sungai/anak-anak sungai, dengan melihat
keadaan tanah, kondisi curah hujan yang tidak merata. Garis batas ini
dapat dipertimbangkan dalam jarak 100 m, 300 m, 1500m dari tepi sungai
dan Daerah Tangkapan Hujan (catchment area)dapat dipertimbangkan
seluas 3 Km2, 15 Km2, dan di atas 15 Km2 sesuai dengan keperluan.

Gambar Rencana Lapangan
Gambar Rencana lapangan digambar dengan skala yang cukup yang menunjukkan
detail dari lokasi yang dipilih dan detail dari arus sungai pada jarak 100 sampai 200
m ke arah hulu dan hilir dari lokasi yang dipilih.
Rencana tersebut harus menggambarkan detail hal-hal berikut :
1. Nama sungai/jalan dan tanda Km terdekat.
2. Gambaran garis besar keadaan tepi sungai sewaktu air rendah/tinggi.
3. Arah mengalirnya arus air
4. Alinemen jembatan lama dan usulan dari pertemuan dengan alinemen yang diusulkan.
5. Sudut dan arah miringnya lintasan (skew), apabila alinemen yang diusulkan tidak tegak lurus arah sungai.
6. Nama desa terdekat.
7. Lokasi dan reduksi dari patok (Bench Mark) yang kelak akan dipakai sebagai peil ± 00.00.
8. Lokasi potongan memanjang dan potongan melintang jalan dan sungai
9. Lokasi sumur dan boring dengan nomor identifikasinya.
10. Lokasi seluruh bangunan-bangunan, tumbuh - tumbuhan, batu, dan rintangan-rintangan yang mungkin berpengaruh pada alinemen jalan.

Potongan Melintang
Potongan Melintang sungai pada lokasi jembatan dibuat dengan skala horizontal
1:1000 dan vertikal 1:100. Potongan melintang tersebut harus mengandung
informasi sebagai berikut :
1. Nama sungai, jalan atau pertemuan.
2. Garis dasar sungai dan tepi sungai sampai level di atas ketinggian air banjir tertinggi.
3. Gambaran dari keadaan struktur lapisan tanah (subsoil)
4. Muka air terendah, permukaan banjir rata-rata, permukaan banjir tertinggi.
5. Bila terjadi arus pasang - surut, maka diperlukan informasi tentang pasang terendah dan pasang tertinggi, serta muka air laut rata - rata.

Potongan Memanjang
Potongan memanjang menunjukkan lokasi jembatan dengan muka air terendah,
muka air rata-rata dan tertinggi, dan garis dasar sungai dengan jarak yang cukup,
sepanjang garis sumbu jalan. Skala horisontal dapat dipakai secukupnya,
sedangkan skala vertikal tidak boleh kurang dari 1 : 1000

Potongan Melintang Tambahan
Potongan Melintang Tambahan arus pada jarak yang tepat, arah hilir dan hulu dari
lokasi jembatan yang diusulkan. Harus ditunjukkan juga jarak dari lokasi
jembatan, ketinggian banjir dan ketinggian air terendah, dan bila ada potongan
melintang dimana muka air banjir sedikit lebih tinggi dari tepi sungai. Pada
Gambar Indeks harus ditunjukkan letak potongan, arah utara dan arah aliran air,
rencana survai kontur dan rencana lokasi.

Peta Daerah Aliran Sungai (DAS)
Peta Daerah Aliran Sungai di daerah lokasi usulan jembatan garisnya digambarkan
pada peta topografi, dan bisa dihitung luas daerahnya dengan cara
membandingkannya dengan jumlah bujur sangkar yang dicakupnya.


ProfilTanah,bisa ditentukan dengan cara visual.
Data-data Yang Dikumpulkan
Diusahakan untuk mendapatkan data-data berikut :
1. Nama sungai/Jalan/Jalan Kereta Api/lain-lain yang dilintasi oleh Jembatan
2. Lokasi B.M (Bench Mark) terdekat berikut reduksi ketinggian dilokasi jembatan terhadap B.M (Bench Mark) tersebut.
3. Volume kendaraan sekarang dan prediksi volume kendaraan yang akan datang (20 tahun) yang menggunakan jembatan tersebut.
4. Data-data hidraulis sungai antara lain
a. Potongan melintang sungai tiap - tiap 5 M', masing-masing 20 m kearah hulu dan 20 m kearah hilir dari lokasi jembatan.
b. Muka air banjir tertinggi (Banjir 20 th)
c. Muka air rata-rata
d. Muka air terendah
e. Benda hanyutan yang dihanyutkan (kayu besar, lahar dingin, dan lain - lain)
f. Kontur tanah di lokasi jembatan / potongan melintang tanah sepanjang rencana lokasi jembatan.
g. Catatan navigasi/lalu-lintas (jenis kapal/perahu/kereta api/bis/truk dalam hal ini yang dimaksudkan guna profil ruang bebas)
h. Catatan dari pekerjaan air yang besar (dam, bendung, saluran pengairan dll)
5. Kemungkinan adanya daerah patahan pada lokasi
6. Ketersediaan quarry (kualitas dan kuantitas) seperti batu, tanah, pasir, kapur, dll.
7. Tempat tersedianya semen, baja, kayu yang terdekat.
8. Kemudahan transportasi material.
9. Ketersediaan tenaga kerja terampil dan tidak terampil
10. Fasilitas rumah/bedeng untuk pekerja selama pekerjaan
11. Detail-detail dari jembatan lain yang melompati sungai / rintangan yang sama, dalam jarak yang terdekat (kalau ada)
12. Ketersediaan tenaga listrik
13. Ketersediaan fasilitas pelayanan (telepon, sumber tenaga, suplai air, dll) dan cara mendapatkannya.

Pemilihan Lokasi
Lokasi jembatan baru yang akan dibangun agar mempertimbangkan segi-segi
teknis, ekonomis, sosial, dampak lingkungan, serta estetika yang mencakup
alinemen jalan dan kecepatan rencana.
Disamping itu perlu diperhatikan masalah yang berkaitan dengan pembebasan
tanah dan bangunan, adanya timbunan atau galian yang terjadi sesuai dengan
kondisi tanah ash (existing ground) yang ada dan masalah - masalah lainnya,
sehingga lokasi jembatan dapat terletak pada tempat yang ideal dengan
memperhatikan ketentuan sebagai berikut :
1. Arah jembatan sedapat mungkin tegak lurus arah aliran sungai.
2. Pilih arus sungai yang tenang, sedapat mungkin hindari arus sungai yang deras / mengikis
3. Di daerah alur sungai yang pendek dengan tepi yang kuat.
4. Kedua tepi yang ada sedapat mungkin lebih tinggi dari muka air banjir dan kuat.
5. Lapisan keras (rock) sedapat mungkin tidak terlalu jauh dari dasar sungai.
6. Jaian pendekat (oprit) dari jembatan sedapat mungkin ekonomis, antara lain dilakukan dengan cara :
- Hindari penyempitan profil sungai.
- Oprit jembatan harus mempunyai daerah bebas pandang yang sesuai.
- Sedapat mungkin lokasi jangan berdekatan dengan percabangan aliran.
- Hindari tempat-tempat bersejarah, yang dianggap keramat, dan
tempat-tempat penting lainnya, yang kira-kira nantinya sulit dalam
pembebasan tanahnya.
7. Hindari tikungan tajam dari oprit

Bentang, Lebar dan Tipe Jembatan
Dalam menetapkan panjang bentang, lebar dan tipe jembatan harus
memperhatikan stabilitas tebing, profil sungai, arah aliran, sifat-sifat sungai, bahan-
bahan yang terbawa akibat arus pengerasan vertikal dan horizontal, kepadatan
dan pembebanan lalu-lintas. Apabila jalan pendekat jembatan terletak pada
daerah rawa, di atas tanah lembek dan tanah hasil pemadatan (compressible)
yang akan menimbulkan masalah stabilitas dan penurunan, maka dapat
disarankan penambahan panjang bentang, perbaikan tanah atau kemungkinan
penanggulangan lainnya.
Pada pelebaran jembatan lama, tipe dan jenis jembatan hendaknya disesuaikan
dengan tipe dan jenis jembatan lama dan arah pelebaran disesuaikan
dengan kondisi setempat.

Hidrologi
Data hidrologi yang perlu dikumpulkan dalam survai pendahuluan jembatan adalah
data yang dapat digunakan langsung untuk perencanaan meliputi antara lain :
sifat morfologi sungai, periode banjir, serta banjir terbesar yang pernah terjadi
dalam kurun waktu 50 tahun dan data curah hujan pada pos-pos pengamatan
yang mempengaruhi.

Penentuan Lokasi dan Jenis Penyelidikan Tanah
Penentuan tanah diperlukan untuk menetapkan jenis dan lokasi penyelidikan tanah
yang diperlukan (sondir, bor, SPT, test pit, stabilitas).
Dalam menentukan perkiraan jenis pondasi jembatan, dapat dipergunakan cara
dengan membandingkannya dengan jenis pondasi jembatan lama, jenis
lapisan tanah dasar serta sifat-sifat tebing.

DataJembatan Lama
Dalam hal jembatan lama akan digunakan sebagai jembatan darurat
selama pembangunan jembatan baru, maka perlu data kekuatan serta kondisi
jembatan lama.

Material/Quarry
Untuk menghindari harga material yang tinggi diperlukan adanya data/tempat
pengambilan material (quarry) yang dekat dengan lokasi jembatan yang akan
dibangun. Dalam hal ini perlu ditentukan lokasi pengambilan material dengan
perkiraan mutu sesuai dengan persyaratan. Biasanya peta quarry dapat diperoleh di
DPUP setempat.

Foto Dokumentasi
Dalam survai pendahuluan dibuat foto dokumentasi mengenai keadaan jembatan
lama, keadaan sungai dan keadaan lokasi perkiraan jembatan baru.
a. Pengambilan foto pada jembatan lama meliputi :
1. Foto jembatan dari arah hulu
2. Foto jembatan dari arah hilir
3. Foto jembatan dari arah jalan masuk
4. Foto jembatan dari arah jalan. keluar
5. Foto-foto lain yang dianggap diperlukan perhatian khusus dalam perencanaan
Untuk foto jembatan lama sebaiknya diberikan identitas yang jelas tertulis dalam
Foto.
b. Pengambilan foto rencana lokasi jembatan baru/relokasi meliputi
1. Dari hulu kearah hilir.
2. Dari hilir kearah hulu.
3. Dari jalan masuk kearah jalan keluar (rencana lokasi kepala jembatan).
4. Dari jalan keluar kearah jalan masuk (rencana lokasi kepala jembatan).
5. Foto perspektif rencana lokasi jembatan .
6. Foto lainnya yang memerlukan perhatian khusus dalam perencanaan.

Pada foto tersebut di atas agar dicantumkan tanda-tanda antara lain, arah aliran
sungai, rencana sumbu jembatan, rencana lokasi kepala jembatan, dan lain-lain.

• Survei Topogafi
Merupakan pengukuran yang bertujuan memindahkan kondisi permukaan bumi dari lokasi yang diukur pada kertas yang berupa peta planimetri. Peta ini akan digunakan sebagai peta dasar untuk plotting perencanaan geometrik jembatan.
Hal-hal yang perlu di perhatikan :
1. penempatan lokasi titik silang dan titik-titik perpanjangan garis lurus
2. penempatan garis sumbuh, yang meliputi penempatan garis-garis lurus dan lokasi belokan-belokan
3. pengukuran topografi
4. sipat-datar profil dan potongan melintang
pembuatan gambar-gambar pengukuran : Peta planimetris, potongan melintang & profil.