Jumat, 22 Mei 2009

Jadilah Pribadi Unggul, Seorang Muslim

DI TENGAH zaman yang bergejolak dan berubah sangat cepat ini, sering kali membawa seseorang pada situasi psikologi yang diliputi oleh kebingungan, kecemasan, dan kegelisahan yang hebat, semakin hari pergolakan dan perubahan itu berjalan semakin cepat karena kemajuan yang pesat dari ilmu dan teknologi di bidang informasi, komunikasi, dan transportasi, sehingga mengalahkan kemampuan manusia sendiri untuk menghadapi, menyesuaikan, dan mengantisipasi perubahan itu.

Tiba-tiba merasa ketinggalan jauh di belakang dan pada saat ia menyadari ketertinggalan itu, ia pun nanar menatap ke depan. Belum lagi keanekaragaman dan kebaruan yang selalu menyartai perubahan itu, sehingga untuk memilih sesuatu yang baru dan beraneka ragam yang berada di hadapannya itu menjadikan ia bingung dan pusing.

Disamping itu, persoalan yang dihadapi manusia saat ini semakin kompleks dan mempunyai ikatan dengan berbagai aspek kehidupan, seperti persoalan kemiskinan yang kita hadapi bukan bersifat ekonomi saja yang berkaitan rendahnya penghasilan sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok hidupnya, sandang, pangan, dan papan, tetapi juga berkaitan dengan persoalan agama, sosial, politik, bahkan budaya. Karena itu, kita pun harus sadar mengenai adanya berbagai kemiskinan, seperti kemiskinan struktural, kemiskinan kultural dan kemiskinan spiritual.

Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang diakibatkan oleh adanya ketimpangan struktur masyarakat kita, sehingga yang kaya makin kaya yang miskin semakin miskin. Kemiskinan kultural adalah kemiskinan karena tingkat pendidikan rendah sehingga membuat seseorang sulit untuk meraih jenjang kualitas kehidupan yang lebih tinggi. Sedangkan kemiskinan spiritual adalah kemiskinan karena pemahaman keagamaan yang tidak produktif, sempit dan tidak mencerahkan.

Karena kompleksnya persolan yang dihadapi manusia, untuk mendapatkan kebehagiaan dalam hidup menjadi semakin sulit, bahkan kebehagiaan terasa menjadi sulit dirumuskan, sulit dimengerti, dan sulit dicapai. Orang bisa saja mengatakan kebahagiaan adalah uang kerena dengan mempunyai uang yang banyak semua keingginan dapat dipenuhi. Akan tetapi kenyataan juga menunjukkan banyak orang yang beruang tetapi kehidupannya menderita. Uang tidak lagi menjaga dirinya tetapi ia yang menjaga uangnya. Padahal, banyak orang di sekelilingnya yang ingin medapatkan uang itu, sehingga hidup manjadi susah karena uang yang dimilikinya.

Orang bisa saja mengatakan bahwa kebahagiaan adalah kekuasaan, karena dengan kekuasaan yang digenggamnya itu maka semua kehendaknya akan terlaksanakan, semua orang hormat kepadanya. Akan tetapi orang berkuasa pada hakikatnya hidup sendirian dan kesepian karena orang yang dekat dan mendekat kepadanya bukan karena kualitas dirinya tetapi karena kekuasaannya. Sehingga, ketika kekuasaan itu sudah tidak digenggamnya, semua orang yang dulu mendekat, berganti meninggalkannya. Ia ternyata hidup sendirian dan amat menyakitkan.

Bagi seorang muslim, puasa wajib atau pun sunah merupakan untuk ibadah, beramal saleh, berzikir dan berpikir mendalam. Tujuannya adalah untuk menjadi pribadi yang bertakwa karena orang yang terhormat di sisi Tuhannya adalah orang yang paling takwa, bukan orang yang paling kaya atau paling kuasa, inna akramakum ‘indallahi atqakum. Takwa diartikan menjaga diri dari perbuatan munkar, yaitu perbuatan kejahatan yang diingkari oleh semua orang, untuk melakukan alma’aruf-perbuatan yang diterima oleh semua orang sebagai kebaikan.

Karena itu, takwa juga dapat diartikan sebagai menjaga jarak dengan uang dan kekuasaan. Seseorang yang bertakwa memang memerlukan uang, tetapi dapat menjaga jarak dengan uang itu, sehingga uang bukan segala-galanya. Demikian juga halnya dengan kekuasan, kekuasaan bukan tujuan tetapi alat perjuangan spiritual sehingga kekuasaan bukanlah kesewenang-wenangan.

Seorang muslim yang unggul, kata Nabi Muhammad SAW, “Orang yang paling banyak memberikan manfaat bagi kehidupan sesamanya” (khairun-nas anfa’ahum lin-nas). Untuk dapat memberikan manfaat bagi kehidupan sesamanya, seseorang harus memiliki kemampuan yang lebih dengan wawasan moral yang jelas. Karena, memberikan manfaat bagi kehidupan sesama artinya memberikan kehidupan dan penghidupan bagi orang lain dengan lebih baik, baik dalam kehidupan lahiriah maupun batiniah. Tanpa kemampuan yang lebih dan wawasan moral yang jelas, kehidupan seseorang bisa jadi tidak bermanfaat bagi dirinya sendiri. Hidup yang tidak memberikan manfaat tentu saja akan menjadi suatu kesia-siaan belaka.

Karena itu, Nabi Muhammad SAW memberi penjelasan yang lebih jauh, “Manusia yang unggul adalah yang baik akhlaknya” (khairun-nas ahsanuhu khuluqan). Akhlak atau bidi pekerti menjadi karakter yang unggul bagi seseorang. Tidak ada arti uang dan kekuasaan yang dimiliki seseorang kalau tidak didasari budi pekerti yang luhur, baik dalam cara memperolehnya maupun dalam cara menggunakannya. Ibadah dalam Islam tidak pernah berpisah dengan budi pekerti, bahkan merupakan satu-kesatuan seperti dua sisi mata uang. Ibadah tidak membuahkan budi pekerti bisa jadi merupakan ibadah yang dusta belaka.

Dalam menghadapi arus perubahan yang makin cepat ini, kuncinya adalah memegang teguh akhlak mulia atau budi pekerti luhur. Semua boleh berubah tetapi akhlak mulia tetap menjadi pegangannya. Dan bagi seorang muslim, itu artinya sangat jelas, seperti yang ditegaskan Nabi Muhammad SAW, “Al-muslim man salima musliman min lisanihi wa yadihi” (Seorang muslim adalah orang yang bisa menyelamatkan orang lain dari lidahnya dan tangannya). Dengan kata lain, seorang muslim adalah orang yang lidah dan tangannya tidak menyakitkan orang lain, sebaliknya lidah dan tangannya selalu menyelamatkan orang lain atau sesamanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar